Menyambut Tamu Agung
Munggahan adalah istilah Sunda yang ada sejak lama. Kegiatan munggahan dilakukan untuk menyambut kehadiran tamu agung nan berkah yakni dengan berdoa bersama, makan bersama, dan diakhiri dengan mushofahah. Munggahan memiliki makna naik ke bulan suci. Istilah ini semakin populer walau bukan di dataran Sunda. Ini adalah kali perdana saya dan keluarga besar dari ayah saya melakukan kegiatan munggahan. Selain merekatkan tali silaturahim, dalam rangkaian kegiatan juga ada doa bersama yang biasanya membaca tahlil dan surat yasin. Dengan mengirimkan suratul fatihah kepada para arwah yang akan kembali setiap datangnya bulan Ramadhan ke rumah-rumah sebelumnya di alam dunia.
Munggahan yang dilakukan di keluarga kami cukup berbeda dengan yang biasa dilakukan di tempat lain. Dari segi waktu, kami mengambil waktu pagi hari dari jam 07.00- selesai dengan harapan agar kami bisa bersama-sama berziarah ke makam-makam orang tua kami yang telah lama meninggalkan. Dengan menggelar spanduk bekas dan tikar seadanya di depan rumah, tidak mengurangi rasa khidmat dan betapa suka cita kami ketika berada dalam suasana bersama tersebut.
Dengan cara makan ala santri, bersama2 di satu daun pisang yang utuh, kami sangat menikmati hidangan yang kami kumpulkan, ada hidangan pembuka yakni puding dan cibay, makanan inti: nasi liwet, gulai ikan kakap, ayam bakar, ikan asin peda, tahu, tempe, lalapan, peyek kacanf dan sambal. Tak lupa teh manis hangat dan lemon tea. Sedangkan makanan penutup disediakan sepupu saya yakni jeruk dan rujak. Menu yang sangat random namun kami lahap menyantap semua itu dengan bahagia.
Setelah berziarah di Tempat Pemakaman Umum Kawi-Kawi Johar Baru Jakarta Pusat. Kami beristirat dan berbincang-bincang tentang kehidupan kami.
Tak terasa, waktu sudah sore dan keluarga kami izin pulang satu persatu. Ada yang pulang ke Jonggol, Priuk, Taman Mini, dan Bogor.
Sambil merapihkan rumah. Saya bersiap-siap melaksakan Sholat Maghrib kemudian menanti pengumuman keputusan mentri agama tentang penetapan tanggal 1Ramadhan 1444 H.
Kementrian agama menggunakan metode rukyatul hilal dan hisab untuk beberapa bulan suci yaitu Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah. Hal ini dilakukan agar ibadah yang dilakukan sesuai dengan waktu pelaksanaan. Jangan sampai kita melaksanakan sholat tarawih di akhir bulan Syaban atau malah mengikuti ritual idul fitri di bulan Ramadhan. Ibadah tanpa ilmu maka tidak sah, sehingga kita harus memiliki ilmu dalam melaksanakan setiap ibadaha yang kita lakukan. Rukyatul hilal merupakan perintah dari Nabi Muhammad SAW.
Setelah ditetapkan bahwa 1 Ramadhan 1444 H. Salah satu jamaah ibu-ibu yang ada di dekat rumah agar saya bisa menjadi imam tarawih di jamaah tersebut. Alhamdulillah, tepat pukul 19.20 WIB kami melaksanakan sholat tarawih perdana.
Terus semangat menulis..
BalasHapus