Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2021

SARIHAWA SEVEN

"ukhti taali ih! " Kata Dewi memanggilku dengan bahasa arab logat sunda. Begitulah kami di pondok ini, kewajiban berbahasa internasional yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris tidak serta merta menjadikan logat ibu kami hilang. "Naam ukhti ana ge waiting you," jawabku yang kadang suka lupa apa bahasa arabnya akhirnya bicara campuran. Hal itu justru yang unik di pondok kami. Masih ingat sejarah awal diwajibkannya berbahasa internasional. Kami digeder Setiap harinya wajib menghafal 5 kosa kata. Suatu hari... "Dewi taali.... ,"mudabbir bagian bahasa memanggil "Naam ukhti.... ,"jawab Dewi "Limaadza fammuki?" Tanya mudabbir karena dewi memegang pipinya terus. "Aanti maridhoh?" Tanyanya cemas Dewi malah ketakutan karena yang bertanya adalah pengurus bagian bahasa. Dia tak mungkin menjawab dengan bahasa Indonesia tapi dia pun belum tau apa arti sariawan dalam bahasa arab. Dia diam beberapa menit sambil berfikir apa arti s

Moment spesial saat mengajar

Mengajar adalah kegiatan yang mulai dilakukan olehku sejak usia 14 tahun. Di pesantren tempatku menimba ilmu, ada sebuah praktik tutor sebaya dalam pembelajaran kosakata bahasa. Pada usia 14 tahun tepatnya seorang santri duduk di tingkat dua atau kelas 8, Kiai dan para ustadz mulai mencari bibit unggul. Bibit unggul yang dipilih adalah yang memiliki bakat dan potensi untuk digali dan dilatih. Mulanya, mengajar teman sebaya di usia remaja cukup menegangkan. Ditambah lagi harus berlagak layaknya ustadz atau ustadzah yang mengajar. Tak jarang yang menangis karena gugup menghadapi teman sebaya namun karena dorongan dan arahan yang baik dari kiai dan para ustadz hanya 10% yang tumbang, pada umumnya bibit unggul ini berhasil jadi pengajar dan mampu mengajar secara profesional saat mereka lulus sekolah menengah atas atau tingkat 6. Waktu mengajar tiba... "Oke class, bagaimana kabar kalian?" tanyaku setelah menjawab salam dan berdoa bersama-sama. "Baik, ukhti...", s

TENTANG KITA

Satu kisah tentang kita; aku, Danang, dan Sinta. Kami adalah tiga orang bersahabat sejak masuk pesantren. Agak aneh ya dengernya kok ada Danang? Dia kan cowo dan pastinya g mungkin nyatu sama santriwati. Tapi itulah kami, disatukan dalam sebuah tugas negara yaitu melayani santri dalam mengambil nasi hehe. Jadi gini ceritanya... Aku adalah anak yatim yang full gratis tinggal dan menimba ilmu di pesantren. Aku sangat disayangi kiai dan istrinya. Tapi ibuku berpesan, "nak, kamu harus tau berterimakasih kepada siapapun yang telah menolongmu apalagi menyekolahkanmu". Pesan itu selalu terngiang2. Suatu hari, ada petugas dapur yang sakit keras, betapa bingungnya ibu nyai (istri kiai) dengan santri sebanyak itu tetapi petugas dapur kurang. Aku diskusi masalah ini ke Sinta, sahabatku. Sinta mengusulkan agar kami mengajukan diri untuk membantu pekerjaan di dapur, kebetulan Sinta suka sekali memasak jadi dia tidak merasa keberatan bahkan sangat senang ketika bu nyai mengiyakan usul kami

SANTRI MENDAKI

Hari ini adalah hari Sabtu, kegiatan yang dilakukan di pesantrenku adalah mengikuti ekstrakulikuler pramuka. "Adik-adik, hari ini kita akan mendaki gunung gede itu ya," ujar ka Irwan selaku pembina pramuka. Kami serentak menjawab,"siap kak." Kami diberi waktu 1 jam untuk menyiapkan perbekalan mendaki. "Jangan lupa bawa gula dan coklat ya," pesan Anita, pimpinan regu melati yang ada aku di dalamnya. Anita adalah pimpinan regu andalan, dia selalu mengayomi anggota pramukanya. Dia selalu mendahulukan kepentingan regu di atas kepentingan pribadinya. Beda hal dengan Fitria, si santriwati yang postur tubuhnya melebihi usianya itu, tak pernah mendengar apa yang dipesankan Anita. Dia malah membawa ciki-ciki dan air mineral 3 botol hingga 2 tas rangselnya penuh dengan makanan dan air mineral. Pritttttt...pritttt...prittt... suara peluit sang pembina berbunyi tanda para anggota harus berkumpul di lapangan untuk diberi arahan sebelum mendaki. "Ingat adik-a

SEDEKAH TAK PERLU TUNGGU KAYA

Di dalam sebuah gubuk tua dekat pesantren, hiduplah seorang kakek tua berusia 95 tahun. Beliau adalah pak Iskandar. Pak Iskandar sangat dermawan walau beliau tidak kaya bahkan tinggal di gubuk tua, tetapi tidak menyusutkan niat baiknya untuk selalu bersedekah kepada para santri yang terdapat di pesantren tersebut. Setiap maghrib, mbah Is selalu melaksanakan sholat berjamaah bersama para santri dan membagikan makanan yang sudah disiapkan untuk para santri. Suatu hari, saat mbah Is akan pergi ke pasar untuk berikhtiar. Pekerjaan beliau sebagai penjual buah-buahan segar di pasar itulah yang menjadi penghasilannya dan beliau selalu menyisihkan hasil dagangnya untuk membuat makanan yang akan disedekahkan kepada para santri setiap ba'da maghrib. Tetapi hari ini, dia terlihat lelah, hingga beliau tak melihat ada motor yang melintas yang hampir menabrak mbah Is. Untungnya, ada seorang pemuda yang menarik tangan mbah Is ke pinggir jalan dan mbah Is selamat dari motor yang hampir menabr

TANGKIS FITNAH HASILKAN BERKAH

Di sebuah kota, hiduplah seorang ustadz bersama istri dan kedua anaknya. Mereka diminta oleh orang tua sang istru memimpin sebuah pesantren yang akan didirikan di suatu desa kecil. Dengan berserah kepada Allah swt, hijrahlah ustadz tersebut bersama keluarganya. Ustadz tersebut membawa beberapa alumni santrinya dari pesantren sebelumnya. Alumni santri tersebut antusias mengikuti hijrahnya sang ustadz. Mereka berpamitan kepada kedua orangtuanya untuk menuntut ilmu agama lebih dalam dan berikhtiar untuk masa depan. Sesampainya di desa kecil itu, beliau membangun sebuah pesantren. Ketika baru membangun satu lokal yang terdiri dari 3 ruangan, datanglah beberapa orangtua dari kota tempat beliau tinggal sebelumnya. Tak disangka, selain silaturahim para tetangga itu juga membawa serta anak-anak mereka untuk menitipkan mereka di pesantren yang bangunannya belum selesai itu. Sang ustadz terkejut dengan niat baik para tetangganya. Beliau sangat menyambut hangat niat para tetangganya. Namun, b

KEBAKARAN KECIL

"San, aku mau nyetrika di kelas ya?" "Silahkan aja. Yang penting aman." Kata Sani melihat baju Devi sangat banyak yang belum disetrika. Oke. Devi segera pergi ke kelas dengan membawa buntelan baju yang belum disetrika dan setrika listrik yang sudah usang tetapi masih layak pakai. Nanti abis kamu nyetrika, kasih tau aku ya. Aku mau nyetrika juga Kegiatan santriwati di pondok tak jauh dengan kegiatan para emak di rumah; ada yang nyuci baju; ada yang merapihkan lemari; ada yang nyerika; bahkan hampir setiap ruangan baik kelas maupun kamar dipenuhi dengan pandangan pakaian yang akan disetrika. Devi dan Sani salah satu di antara mereka. Setiap minggu, mereka meluangkan waktu untuk menyetrika karena dari hari Senin-Sabtu kegiatan mereka dipadati dengan kegiatan sekolah dan pesantren. Sani sangat semangat untuk menyetrika, dia rapihkan meja dan melapisinya dengan selimut dan sejadah agar hasil setrikaan rapih. Dia mulai menyetrika dari pakaian-pakaian yang muda

AIR MATA KESUKSESAN

"Alhamdulillah akhirnya aku bisa masuk SMP Negeri favorit. Abi dan Umi aku kasih tau akh kabar bahagia ini," ujar Safira gadis keturunan Arab yang tinggal di sebuah kota di Provinsi Jawa Barat itu dengan riang gembira. Safira langsung pulang setelah melihat hasil pengumuman penerimaan siswa baru di salah satu SMP Negeri favorit di kota tempat tinggalnya. Sesampainya di rumah, Safira tidak menemukan kedua orangtuanya, dia malah menemukan selebaran brosur SMP plus pesantren. Buat siapa brosur ini? gumamnya dalam hati. Abi yang baru tiba dari toko, tempat usahanya langsung tersenyum melihat Safira membolak-balik brosur tersebut. Dalam hatinya berpikir bahwa Safira sudah siap dengan keputusan kedua orangtuanya untuk menempatkannya di SMP plus tersebut. "Kamu siap ya?" tanya Abi sumringah. "Siap untuk apa Bi?" Tanya balik setelah mencium tangan Abinya. "Ya siap masuk pondok?" "Apa Bi?" Safira terkejut ternyata brosur tersebut untuk

SAHABAT TAK KENAL HARKAT

Ramli adalah seorang santri yang berasal dari Jakarta. Dia sangat supel dan rajin. Dia juga suka membantu teman yang kesulitan dalam apapun. Suatu sore, Ramli mendengar suara santriwati yang sedang menangis di sebuah gubuk di sawah. Ia menghampiri suara tangisan itu. Benar juga perkiraannya, seorang santriwati menangis di gubuk tersebut. "Mengapa kau menangis Dinda?" Tanya Ramli kepada satriwati yang menangis itu. Dinda adalah salah satu teman sekelasnya. Ramli tak tega melihat Dinda menangis dan berusaha meredakan tangisannya. "A..aku...tak bisa bayar ujian caturwulan ini, karena ibuku belum juga tiba sejak awal aku dimasukan ke pondok ini," jawab Dinda tersedu-sedu. "Aku g mungkin bisa mengikuti ujian sekarang," lanjutnya semakin kencang tangisannya. Ramli ingat bahwa kemarin ayahnya datang memberikan uang lebih untuk ongkosnya pulang ke Jakarta setelah ujian. Dia meminta Dinda menunggunya kembali. Dia segera mengambil uang itu dan kembali ke

Ternyata hatinya setia

Di sebuah pesantren kecil di suatu daerah, terdapat puluhan santri dari berbagai macam suku. Di antaranya Windi, seorang putri cantik dengan kulit kuning langsat berusia 15 tahun. Dia melanjutkan sekolahnya di pesantren karena ingin lebih banyak mendalami ilmu agama di samping ilmu umum yang tetap ada di pesantren tersebut. Windi sangat menghormati Nindi, dia selalu memanggilnya Ukhti bahkan Windu menganggapnya kakak angkatnya. Setiap minggu, ada saja kejutan untuk Nindi darinya. Nindi pun demikian, dia memiliki kakak angkat dari alumni santriwan yang sedang mengabdi di pesantren tersebut, Ustadz Andi namanya. Ustadz Andi adalah seorang alumni pilihan sang kiai yang diangkat menjadi ustadz pertama dari alumni santri. Suatu hari, Windi melihat ustadz Andi bersama kakak angkatnya. Dia terlihat cemburu dengan kedekatan mereka. Ternyata Windi menyimpan rasa terhadap ustadz muda tersebut tanpa diketahui oleh Nindi. Bahkan Windi sering bangun malam hanya untuk melihat Ustadz Andi berkelilin

SHOLAT TAHAJJUD PERDANA VINA

Malam ini adalah malam pertama Vina tinggal di pesantren. Jauh dari kehidupan mewah dan jauh dari keluarga. Vina, si gadis cilik berusia 12 tahun itu sudah direncanakan kedua orangtuanya untuk sekolah di sebuah pesantren yang cukup jauh dari kotanya tinggal. Sejak siang, Vina menangis tak henti-henti. Air mata yang keluar dari kedua matanya yang indah terus membasahi kedua pipi merahnya. Ani, ketua kamarnya mencoba menghiburnya dengan mengajaknya keliling pondok dan melihat-lihat keseruan di sana. Kebetulan malam ini adalah malam minggu, waktunya para santri bermuhadloroh. Untuk santri baru masih dibebaskan sekedar menyaksikan acara tersebut. Dari awal berkeliling, dia mulai melupakan tangisannya. Dia tertawa saat melihat adegan lucu dalam drama yang ditampilkan para santri lama. Namun,setelah acara muhadloroh selesai dia mulai mengingat ibunya yang selalu mendampinginya tidur sepanjang malam. Air matanya mulai mengalir deras saat akan tidur malam. Ani berusaha menjadi ibu bagi Vi

CINTA TANPA DRAMA

CINTA TANPA DRAMA Cinta adalah suatu emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Cinta juga dapat diartikan sebagai suatu perasaan dalam diri seseorang akibat faktor pembentuknya. Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apa pun yang diinginkan objek tersebut. (https://id.wikipedia.org/wiki/Cinta)   Dengan cinta, akan muncul pengorbanan-pengorbanan yang tak dirasa. Bukan hanya pengorbanan yang kecil, bahkan demi menyenangkan seseorang yang dicintai, kita akan melakukan pengorbanan yang besar sekalipun.   Sebagai seorang pendidik, cinta harus tertanam pada dirinya. Cinta terhadap sekolah tempatnya bekerja, cinta terhadap peserta didik yang diajarkannya, cinta terhadap

Sahabat Sejati

"Wah hujan turun lagi Nan!" Kata Nina. Nani dan Nina adalah anak kembar pak Wahyu. Mereka disekolahkan di pesantten agar menjadi anak-anak yang mandiri. Tetapi pesan Wanda, sang ibu kepada pengurus pesantren agar jangan memisahkan mereka baik kamar maupun kelas. Nina memiliki alergi dingin sehingga tak pernah kuat dengan cuaca itu. Setiap kali hujan turun, dia akan merasa gelisah. Berbeda dengan Nani yang lebih kuat dari Nina. Dia hanya tak kuat dengan angin malam. "Ga apa-apa Nin, kamu pakai baju yang lebih tebal ya. Jangan lupa sering minum air hangat." Jawab Nani memenangkan saudara kembarnya. Kali ini hujan tak berhenti walau sudah seharian. Pakaian Nina yang tebal-tebal bahkan kaos kaki dan kaos tangan yang bersih sudah habis. Pakaian yang dijemur pun belum juga kering. Nina sangat gelisah dengan keadaan ini. Dia bingung harus pakai apalagi agar tubuhnya tetap hangat. Nani yang melihat dan sangat mengerti keadaan Nina segera mencari pakaian tebal yang

SEENAK AYAM GORENG

Zahra dan Zidane adalah kedua santri yang selalu bertengkar saat bertemu. Dimananpun mereka bertemu, mereka akan bertengkar. Zahra, bertugas membantu pegawai kantin di pesantrennya. Sedangkan Zidane sangat suka mengganggu Zahra saat di kantin. Suatu hari, mba Mike sudah menyiapkan sepotong ayam goreng untuk Zahra karena mba Mike sangat tahu selera makan Zahra. Zahra tidak akan bisa makan tempe orek yang belum digoreng. Di dapur pesantren, karena banyaknya santri di pesantren tersebut, pegawai dapur jarang menggoreng tempe untuk menu tempe orek. "Zahra, mba sudah goreng ayam buat kamu. Makan yang banyak ya!" kata Mba Mike. Mba Mike sangat menyayangi Zahra seperti anak sendiri karena Zahra sangat membantu pekerjaannya di kantin. "Baik mba cantik, tau aja menu siang ini bikin g selera makan." "Hei Zahra," zidane mulai menggoda. "Apa lo Zidane item, ganggu gue aj." "Is galak amat ni cewek. Pantes g ada cowok yang suka."Zidane mu

Horeee aku bisa

Di suatu malam yang indah, bintang-bintang bertebaran di langit itu. Takbir berkumandang di setiap sudut masjid di kota ini. Tanda esok hari raya kan tiba. Salma, Ahdi, dan Hanhan adalah santri yang ditugaskan oleh Ibu Nyai pondok pesantren tersebut untuk membuat kulit ketupat. Dengan gagahnya Ahdi memanjat pohon kelapa dan menumbangkan beberapa daun kelapa untuk dijadikan bahan kulit ketupat. Dari samping pohon, Hanhan segera mengambil daun kelapa yang Ahdi tumbangkan. "Salma, daun-daun sudah aku bersihkan dan kupisahkan dari lidinya. Ayo segera buat kulit kelapa!"ujar Hanhan. Salma yang punya kemauan keras tapi bingung bagaimana cara membuat kulit kelapa hanya memilih-milih daun kelapa yang bagus. Ahdi bingung dengan kelakuan Salma tersebut. "Sal,kok cuma dipilihin aja. Kapan dibuatnya?" "Aku aku aku kan g bisa buat kulit kelapa," kata Salma malu. Ahdi dan Hanhan tertawa terbahak-bahak membuat Salma semakin malu, muka mungilnya memerah dan kedua tanga

Guruku inspirasiku

Guru adalah arti secara harfiahnya adalah "berat") adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. (Wikipedia.com) Pendidikan yang didalamnya terdapat guru inspirator sangat diperlukan dalam menyambut era global seperti saat ini. Masa depan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kader-kader  muda bangsa. Sedangkan penanggung jawab utama masa depan kader-kader muda tersebut salah satunya berada di pundak guru, karena gurulah yang langsung berinteraksi dengan peserta didik dalam membentuk kepribadian, memberikan pemahaman, menerangkan imajinasi dan cita-cita, membangkitkan semangat, dan menggerakkan kekuatan dan potensi dahsyat dari peserta didik. Nah, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa peran guru tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik. Mendidik dalam artian memberikan nilai-nilai kehidupan itu sendiri,

Aku mau mondok, Mah!

Alkisah di sebuah desa di Tasikmalaya, hiduplah seorang anak yatim yang sudah satu tahun ditinggal wafat ayahnya. Ibunya harus tetap tinggal di kota untuk mengais rezeki guna menghidupi keenam anaknya yang masih dalam masa pendidikan. Aisy nama anak yatim dititipkan sang ibu kepada bibinya agar dirawat dan disekolahkan di desa itu. Masa pendidikan sekolah dasar telah usai. Om Dani,kakak sang ibu datang menemui Aisy. Beliau memberikan makanan dan beberapa lembar uang untuk Aisy. "Ujian kamu sudah selesai nak?", Tanya Om Dani "Sudah Om, tapi saya mungkin g akan meneruskan sekolah. Pasti mamah g punya uang untuk itu." Aisy putus harapan untuk melanjutkan pendidikannya. Ia tak ingin merepotkan ibunya yang kini mencari uang sendiri untuk keenam anaknya. Om Dani belum merespon ucapan Aisy. Beliau hanya izin pamit pulang dan meminta Aisy datang ke rumah pada esok hari. Esok harinya.... "Kenapa aku harus ke rumah om Dani ya?," Ucap Aisy dalam hati

PIRASAT

Prank.....piring tiba-tiba jatuh dari tangan Arti, perempuan buta yang sudah tiga tahun tinggal di sebuah pesantren. Arti hidup sebatang kara, Ustadzah Heni menemukan Arti di pinggir jalan mencari-cari keluarganya. Dia buta karena kecelakaan hebat yang menimpa keluarganya saat akan pergi piknik ke Puncak. Ayah, Ibu, dan kedua adiknya meninggal dalam kecelakaan itu. Sedang mata Arti kemasukan kaca pecahan mobil. Walau demikian, Arti masih bisa diselamatkan. "Ada apa Arti?", Tanya Ustadzah Heni. "Ma maaf Ustadzah, Arti sudah pecahkan piring Ustadzah." jawab Arti dengan gugup. "Ga apa apa nak, kamu ada yang luka?" "Tidak Ustadzah. Arti ambil sapu dulu. " Walau dalam keadaan buta, ia tahu di mana letak sapu berada. Bahkan seisi kamar Ustadzah Heni dibersihkan setiap pagi olehnya. "Hati-hati ya nak," "Ya ustadzah." Arti segera mengambil sapu dan serokan sampah. Ustadzah Heni tidak tinggal diam. Dia selalu mengawasi Art

KEBUT SEMALAM

Di sebuah kobong yang hanya ada dua santri di dalamnya yaitu Sopyan dan Danil. Mereka membicarakan materi ujian akhir semester yang akan diujikan pada hari Senin. "aduh materi ujian besok harus hafal eng,mana mata pelajaran yang diajarkan pak kiai. Kan malu klo g bisa jawab sama sekali atau nilainya di bawah 5," ujar Danil menggerutu. Ia bingung karena waktu belajar hanya sampai besok subuh. Paginya sudah diadakan ujian. Materi yang pertama diuji adalah Ushul Fiqh,mata pelajaran pesantren yang diajarkan langsung oleh Kiai Pondok itu. "Yan, kamu kapan ngafalin materi Usul Fiqih? Tanya Danil kepada Sopyan yang sedang merapihkan kitab-kitab berserakan di atas lemarinya. "Tau nih, masih belum fokus Nil.," jawab Sopyan sambil menggaruk kepalanya. "Gimana kalo ntar malem kita begadang ngapalin materinya?," Danil menyarankan "Boleh juga tuh. Di kelas ya kita ngapalinnya," Sopyan menyetujui saran Danil. Malam tiba.... Para santri bersera

Perintah membawa nikmat mata

Perintah membawa berkah "Zak....harim cakep tuh!", ujar Falah menunjuk seorang santriwati yang bermata lentik,hidung mancung, dan berkulit kuning langsat. "Ente harim mulu Fal..." "Lah pan ana mah normal emang ente harim secakep itu g dilirik. " "Yuk ah ke asrama,bentar lagi asar. Ente kan jadwal azan sore ini". Zaki mengalihkan pembicaraan. "G asik nih Zaki. Ya udah kita balik." Setelah azan berkumandang, sholat asar pun akan dilaksanakan. Sambil menunggu pak kiai, Falah membaca sholawat nariyah. Zaki, si penjaga masjid tetap berjaga-jaga santri agar tidak tetap pada maqomnya. "Sofi ...kemari!" Ya ustadzah" Pak kiai sedang kurang sehat, sampaikan ke Zaki tolong gantikan dengan Ustadz Hadi. Baik Ustadzah... Sofi, santriwati yang dilirik oleh Falah mendatangi Zaki. Assalamualaikum Akhi,Sofi menyapa zaki dengan lembut. Wa waalaikum salam. Iya ukhti ada apa? Ustadzah Hani bilang pak kiai sedang kurang sehat, ja

KUNTI POHON MANGGA

"Siap-siap semua. Malam ini kita akan melakukan kegiatan di luar lapangan", Ujar Devi, pimpinan regu Mawar mengingatkan para anggotanya. "Siap kak!" Jawab semua anggota regu tersebut dengan kompak. Tapi tidak dengan Dila,salah satu anggota regu Mawar yang sangat takut jika malam tiba. "Dila......kamu dengar tidak apa yang ana sampaikan?" Kata Devi. "I iya ukhti, ada apa?,"Dila malah balik bertanya. "Kenapa kamu melamun Dila? Apa kamu tak suka kegiatan di lapangan nanti malam?", Devi berusaha menanyakan masalah Dila yang terdiam mendengar jadwal kegiatan malam ini. "Suka Ukhti, afwan saya izin keluar." Dila pergi keluar untuk menenangkan diri. "Aku harus gimana nih? G mungkin nanti malam aku izin g ikut kegiatan di lapangan, tapi aku takut dengan kunti itu. Pasti dia muncul di malam hari." Dila berkata pada dirinya sendiri. "Dooor....."Lala mengangetkan Dila dari arah belakang. "Aduh kamu ko

Gara-gara setandan pisang

Buk! Suara tendangan kaki dari kamar sebelum terdengar kencang. Maina marah karena badannya terasa sakit, kebetulan dia senderan di triplek yang ditendang oleh seseorang dari kamar sebelah. "Kenapa sich kamar senior itu, marah-marah sambil tendang pembatas kamar segala, " ucap Maina. "Entahlah mungkin dia iri karena kamar kita dihadiahi pisang setandan oleh pak Kiai sedangkan mereka hanya ubi-ubi kecil. "Aiza menjawab dengan mengira-ngira. "Ga ada rasa syukurnya, ubi-ubi kecil juga sekarung lho yang pak kiai hadiahi. Lagipun ga mungkin pak kiai g adil terhadap kita." Maina kembali berkomentar. "Taulah, mereka merasa senior jadi berhak melakukan apapun ke kita", jawab Aiza. "Ga bisa gitulah, aku akan lapor ke ukhti Tina bagian keamanan, ada bukti kok lihat aja triplek pembatas ini hampir lepas dari paku-pakunya." Dania pergi ke kantor keamanan untuk melaporkan kejadian itu. Selang beberapa jam setelah laporan dite

SAHABAT YANG TAK BERSAHABAT

Malam itu.... "San, aku akan bersama Romi malam ini. Tolong jaga aku, jangan sampai Dirman melihatku bersamanya." Ujar Hida setelah muhadloroh selesai . "Tapi Da...bukankah kau sudah janji tadi siang akan menemui Dirman malam ini. Dirman pasti datang mencarimu," Sani coba mengingatkan janji Hida kepada Dirman tadi sore. "Ya itu yang harus kau lakukan,bagaimana caranya agar Dirman tidak tahu, jika dia tanya katakan saja aku sudah tidur, Hida memberi saran jika Dirman bertanya tentang dirinya. "tapi Da...." Sani berusaha tidak membenarkan kelakuan Hida yang direncanakan, tapi Hida tetap ingin melaksanakan rencananya dan berkata, "Ah sudahlah aku siap-siap dulu untuk muhadloroh." Hida dan Sani berbeda kelompok dalam kegiatan pondok yang satu ini. Malam ini,Hida akan menjadi pembawa acara sedangkan Sani tidak kebagian tugas. Dia hanya menyaksikan kegiatan muhadloroh di kelompoknya berjalan dengan lancar. Setelah muhadloroh.... "San, Hid

Hari Pertama

"Ayo Din, kita turun!", Mamah mengajakku berdiri dan turun dari bis 'doa ibu'. Kami turun tepat di depan sebuah warung di pinggir jalan. Mamah selalu menggenggam tanganku kemana pun beliau pergi bersamaku. Itu mungkin hari terakhir aku bersamanya karena setelah ini, beliau akan menitipkanku ke sebuah pondok pesantren untuk melanjutkan sekolah menengah pertama hingga enam tahun. Mungkin aku akan merindukan genggaman itu. Mungkin aku akan sering menangis merindukannya. "Din....ayo masuk," bayanganku ke depan buyar seketika Mamah mengajakku masuk ke rumah sederhana milik Pengasuh pondok itu. Aku diperkenalkan Mamah kepada pengasuh pondok dan istrinya. Itu salah satu adab para orangtua yang akan menitipkan anaknya di pondok. Aku pernah mengenal mereka, mereka pernah mengajariku di sebuah pesantren kilat yang mereka dirikan di Jakarta beberapa tahun lalu. "Tenanglah bu, Dini pasti betah di sini karena kami pernah mengajarnya sebelumnya. Dia pa

Waiting ana donk....Ukhti

Minggu ini rasanya begitu cerah, setelah beberapa hari Cianjur diguyur hujan. Al i'lah...wa hadzal i'lan ya'ti min qismir riyadhoh... Ala saairit tilmiidzaaaat an tajma'na fil maidaan....haalaan wa sur'atan... "Wah semangat banget qismir riyadhoh, baru cerah sehari aja langsung disuruh olahraga hmmm...." Sansan mengomentari pengumuman yang baru didengarnya di balik kamar mandi. "Ga papalah biar sehat udah beberapa hari ini g keluar ke lapangan jadi belum ngeluarin keringat kan?" Leni menimpali komentar Sansan. Iya sich" Sansan menjawab. Seluruh santri keluar sesuai arahan pengumuman. Para mudabbir bagian olahraga mengatur barisan dan memimpin senam pagi ini. Semua mengikuti senam yang diperagakan di depan lapangan. Setelah senam, Sansan dan Leni lari lari kecil keluar asrama untuk cuci mata. Dari kejauhan, Dila teman sekamar mereka berteriak, "waiting ana donk ukhti. Ana ikut." Sansan meminta Leni menunggu Dila yang berlar

QUUMII

"Hari ini lelah jiddan ya La,kayaknya ana g kuasa ikut ngaji sama Ustadz Dani sore ini. Ngantuk eng. " "Trus anti mau alfa gitu?" "La a'rif ana juga. Pasti g diizinin mudabbir lah." "Ya udah sekarang tidur aja lumayan sepuluh menit menuju asar". "Tapi ana bener-bener ngantuk. Harusnya pake korek kali ya biar melekšŸ¤£." Tika tidur walau sebentar seperti yang disarankan Lala. Waktu mengaji tiba. Tika tetap mengikuti pengajian tersebut walau dia sangat mengantuk. Dia tak mungkin izin tidak mengikuti dengan alasan itu. "Alhamdulillahiladzi qod waffaqo... Lilkhoiri kholqihilladzi wa littuqo... Hatta nahat quluubuhum linahwi... Famin adziimi sya'nihi lam tahwihi..." Suara para santri menggema saat melantunkan bait demi bait dari penggalan nadhom imrity yang akan dikaji. "Tika....Tika....bangun....Ustadz Dani sudah datang." ujar Lala berbisik. "Hmmm..." hanya itu yang bisa Tika

Akhi wa habibi

"De....anti sudah makan?" "Alhamdulillah sudah. Kakak? "Alhamdulillah ana aidhon." "De....nanti sore kakak tunggu di kantin putri ya!" "Hmmmm....afwan ga janji." "Aneh.."gumam Hani dalam hati. tumben Ardi mengajaknya ketemuan di kantin. Sorenya saat bangun tidur. "Wah...astaghfirullah jam berapa ini Ukhti?" tanya Hani kepada teman sekamarnya. "Baru jam 3, kenapa Han?" Hani terkejut dan langsung mengambil handuk untuk mandi sore. "Hani kenapa Ukhti?" tanya Tia yang keheranan melihat Hani sok sibuk padahal hari itu hari Sabtu,yang g ada jadwal sholat berjamaah dan ngaji sore. "Entah. Ana juga g faham tuh kenapa Hani buru-buru." Hani bergegas ke kamar mandi dan mengganti pakaian. Setelah mendengar kumandang azan Asar, dia segera menggelar sajadah untuk sholat. Hari Sabtu dan Minggu adalah dua hari bebas sholat berjamaah kecuali Maghrib, Isya,dan Subuh. Pula g ada jadwal ngaji karena

Ana Ba'daki

Suara rotan kecil yang dipukulkan ke pintu kobong membangunkan tidur malamku. Itu terjadi hampir setiap hari. Aku, Rai, dan Dini bergegas bangun sebelum mudabbir masuk dan membangunkan kita dengan alat tersebut. Seperti biasa,aku hanya mengambil handuk ke hamam, semua peralatan mandiku selalu kuletakan di hamam tsani, tempat aku akan mandi. Man ba'daki???tanya salah satu santri yang akan mandi, ke santri lain yang sedang berada dalam hamam tsani. "Ana....ana ba'daha." Jawabku so iye. Padahal aku baru tiba disana. "Ih kok bisa sich? Kan anti baru datang?," Lisa, nama santri yang bertanya tadi heran. :Anti g liat ada gayung depan hamam itu? Ya itu gayung ana." Jawabku meyakini. Padahal gayung itu memang tak pernah pindah tempat. Setelah mandi sekalian berwudlu, aku dan Rai menuju musholla. Dini mana Rai? Tanyaku. Entah, setelah mandi tadi, dia langsung menghilang. Memang itu kebiasaan Dini, dia g mau bercanda klo sholat,g kayak aku dan Rai. belum liat

CINTA QIRDUN

“Nin, tolong jahitin celanaku y?” pinta Dika kepada Nindi, Dika santri asal Jakarta Timur sedangkan Nindi santriwati asal Jakarta Pusat. Mereka sangat dekat karena memiliki persamaan nasib. Sama-sama ditinggallkan orangtua dan disekolahkan di pesantren yang sebenarnya mereka tak mau. Dika sangat menyayangi Nindi seperti adiknya sendiri. Nindi hanya hidup bersama ibunya karena sang ayah telah tiada dilalap si jago merah. Begitu pula Nindi, dia tak pernah menolak permintaan Dika karena Nindi tau Dika terpaksa tinggal di pesantren ini, beda tujuan dengan Nindi, dia punya masa lalu kelam saat tinggal bersama saudaranya di kampung, jadi dia mengiyakan permintaan sang ibu yang terpaksa menyekolahkannya di pesantren. “Iya sini, sebelum ngaji ambil ya!” “Siap bos.” Sebelum asar, Irul mendatangi asrama Nindi. “Nin, mana celanaku yang sudah kau jahit?” Tanya Irul. “Aku g jahit celanamu Rul, aku jahit celana Dika, “ Ujar Nindi. “Ya, tadi aku yang minta Dika agar kau jahit celanaku yang bo