AIR MATA KESUKSESAN
"Alhamdulillah akhirnya aku bisa masuk SMP Negeri favorit. Abi dan Umi aku kasih tau akh kabar bahagia ini," ujar Safira gadis keturunan Arab yang tinggal di sebuah kota di Provinsi Jawa Barat itu dengan riang gembira.
Safira langsung pulang setelah melihat hasil pengumuman penerimaan siswa baru di salah satu SMP Negeri favorit di kota tempat tinggalnya.
Sesampainya di rumah, Safira tidak menemukan kedua orangtuanya, dia malah menemukan selebaran brosur SMP plus pesantren. Buat siapa brosur ini? gumamnya dalam hati.
Abi yang baru tiba dari toko, tempat usahanya langsung tersenyum melihat Safira membolak-balik brosur tersebut. Dalam hatinya berpikir bahwa Safira sudah siap dengan keputusan kedua orangtuanya untuk menempatkannya di SMP plus tersebut.
"Kamu siap ya?" tanya Abi sumringah.
"Siap untuk apa Bi?" Tanya balik setelah mencium tangan Abinya.
"Ya siap masuk pondok?"
"Apa Bi?" Safira terkejut ternyata brosur tersebut untuknya. Safira memang sangat tahu keinginan abi dan uminya, setelah lulus SD, mereka akan menyekolahkan Safira ke sebuah pondok. Bukan karena Safira tak pintar, tetapi Abi dan Uminya sangat memahami tempat tinggalnya yang kurang mendukung perkembangannya ri masa depan. Secara duniawi, mungkin Safira akan berhasil bahkan mencapai S3 dengan beasiswa karena kegigihannya dalam belajar tetapi tidak dengan masa depan ukhrawi.
Safira meminta waktu kepada abinya untuk berpikir tentang sekolahnya. Abi, sang ayah yang sangat bijak memberikan waktu dan menyarankannta untuk melaksanakan istikhoroh.
Tiga hari berlalu, Safira diingatkan abi akan keputusannya.
"Bismillah....aku mau ikuti kemauan abi dan umi," Safira membuka pembicaraan sambil menderaikan air mata. Bayangannya bersekolah di SMP Negeri telah lenyap seiring dengan keputusannya yang tak ingin menyakiti kedua orangtuanya.
Sejak awal di pesantren, Safira tak henti menangis membayangkan masa depannya yang mungkin tak sesuai harapan. Syifa, teman sekamarnya menghiburnya dan mengatakan, "hanya dengan mengabulkan harapan orang tualah, hidup kita akan sukses dunia dan akhirat."
Safira tertegun mendengar ucapan Syifa. Sejak saat itu, dia semakin tekun belajar demi mewujudkan cita-cita abinya yang sangat mengharapkan anak satu-satunya itu mendapat beasiswa di Mesir.
Enam tahun kemudian.....
Waktunya haflatul wada tiba. Abi dan Umi Safira belum terlihat di lapangan, tempat berlangsungnya ceremoni perpisahan itu.
Safira sangat cemas, karena acara sudah dimulai.
Tiba waktunya pengumuman santri teladan dan terbaik dalam nilai ijazah.
"Adapun santri teladan dan terbaik dalam nilai ijazah tahun ini adalah.....
Belum selesai diumumkan, abi dan umi Safira datang dan langsung duduk di bangku wali santri yang sudah disediakan.
"SAFIRA ABDUL RAHMAN...selamat kepada Safira dan silahkan naik ke atas panggung untuk menerima piagam dan sertifikat penghargaan dari sekolah." Ujar Pembawa acara.
Abi dan Umi sangat terkejut hingga mengeluarkan air mata. Mereka sangat terharu melihat kesuksesan yang diraih oleh Safira di pondok itu.
Setelah acara perpisahan selesai. Safira segera menghampiri kedua orangtuanya. Seperti kebiasaan di pondok, setiap santri yang akan keluar pondok pasti akan menemui pak kiai terlebih dahulu.
"Terima kasih pak kiai telah menjaga Safira selama ini," ujar Abi saat akan membawa Safira kembali ke rumah setelah enam tahun bersekolah di pesantren tersebut.
Abi ingin segera membawa anaknya pulang tetapi pak kiai menahannya untuk memberikan sesuatu.
"Selamat ya pak, Safira mendapat beasiswa S1 di Mesir. Nilai ijazah dan rapornya sungguh luar biasa. Jadi kami segera mendaftarkannya untuk mendapatkan beasiswa di Mesir dan tentunya dengan izin dari Safira." ujar sang kiai sambil menyerahkan surat keputusan beasiswa dari al-Azhar, Kairo.
Sang abi sangat terharu melihat surat keputusan beasiswa yang bertuliskan dalam bahasa Arab tersebut. Tak disangka selain sholihah, anak semata wayangnya itu juga pandai memberikan kejutan-kejutan diluar dugaan.
Komentar
Posting Komentar