SANTRI MENDAKI
Hari ini adalah hari Sabtu, kegiatan yang dilakukan di pesantrenku adalah mengikuti ekstrakulikuler pramuka.
"Adik-adik, hari ini kita akan mendaki gunung gede itu ya," ujar ka Irwan selaku pembina pramuka. Kami serentak menjawab,"siap kak."
Kami diberi waktu 1 jam untuk menyiapkan perbekalan mendaki. "Jangan lupa bawa gula dan coklat ya," pesan Anita, pimpinan regu melati yang ada aku di dalamnya. Anita adalah pimpinan regu andalan, dia selalu mengayomi anggota pramukanya. Dia selalu mendahulukan kepentingan regu di atas kepentingan pribadinya. Beda hal dengan Fitria, si santriwati yang postur tubuhnya melebihi usianya itu, tak pernah mendengar apa yang dipesankan Anita. Dia malah membawa ciki-ciki dan air mineral 3 botol hingga 2 tas rangselnya penuh dengan makanan dan air mineral.
Pritttttt...pritttt...prittt...
suara peluit sang pembina berbunyi tanda para anggota harus berkumpul di lapangan untuk diberi arahan sebelum mendaki.
"Ingat adik-adik sholihku, makanan yang penting kalian bawa adalah satu botol air mineral dan beberapa buah gula merah dan coklat", ka Irwan menegaskan ulang pesannya yang telah disampaikan kepada para pinru.
"Siap, kak," ujar kami dengan sigap.
Kami mulai berangkat mendaki, dengan segala perlengkapan wajib yang sudah disediakan, kami berjalan menuju gunung gede dengan semangat.
Kasyafah...
Kasyafah...
Kasyafah altie...
Baju coklat androk coklat
Dasi bendera dan segalanya
Kami bangga dengan pramuka
Kami adalah penerus bangsa
Kami punya jati diri
Kami adalah regu melati...
Dengan yel-yel penyemangat yang kami dendangkan membuat kami semakin semangat walau berjalan ke tempat yang tinggi.
Tiba-tiba...
Sreggg...
"Aduh...anita aku jatuh," ujar Fitria kesakitan. Dia terjatuh ke bawah kali kecil karena keberatan membawa dua rangsel. Semua makanan yang didalamnya berjatuhan karena resleting rangselnya jebol. Makanan itu pun menimpa anggota lain di belakangnya. Posisi regu dalam mendaki gunung, membuat kami sulit melakukan pertolongan pertama untuk Fitria. Walau demikian, Anita tetap sigap dan mengatur anggota untuk membuat tandu karena kaki Fitria terkilir dan sulit untuk berjalan.
"An, tandu sudah siap, tapi aku bingung siapa yang akan mengangkut Fitria dengan bobot badan yang cukup berat," Kataku melihat anggota lain hanya seberat 35 kg sedangkan Fitria 60 kg.
"Artinya kita harus menunggu Ka Irwan dan regu putra. "jawab Anita
"Din, ikut aku susul ka Irwan untuk melaporkan kejadian ini," Anita meminta Dini, bagian kesehatan regu, untuk menemaninya.
"Siap Kak",jawab Dini dengan sigap.
"Kalian tetap disini menemani Fitria," pinta Anita kepada anggota lain.
"Siap laksanakan," jawaban andalan kami.
Aku dan anggota lain menemani Fitria.
"Jes, aku minta maaf ya karena aku ga denger kata kamu aku jadi jatuh dan menyusahkan kalian," ujar Fitria menyadari salahnya.
"Iya, kami maafin. Lain kali kamu harus dengar perintah Anita."jawabku.
Tiga puluh menit kemudian, Anita dan Dini datang diiring Ka Irwan dan tim penyelamat. Fitria segera dibawa pulang untuk ditindaklanjuti oleh puskestren. Anggota lain dari regu melati tetap melanjutkan pendakian.
Sesampai di puncak gunung, kami beristirahat dan makan makanan yang ada. Diakhiri dengan mengisap gula merah agar kami kuat hingga turun dari pendakian.
Komentar
Posting Komentar