SEDEKAH TAK PERLU TUNGGU KAYA
Di dalam sebuah gubuk tua dekat pesantren, hiduplah seorang kakek tua berusia 95 tahun. Beliau adalah pak Iskandar. Pak Iskandar sangat dermawan walau beliau tidak kaya bahkan tinggal di gubuk tua, tetapi tidak menyusutkan niat baiknya untuk selalu bersedekah kepada para santri yang terdapat di pesantren tersebut.
Setiap maghrib, mbah Is selalu melaksanakan sholat berjamaah bersama para santri dan membagikan makanan yang sudah disiapkan untuk para santri.
Suatu hari, saat mbah Is akan pergi ke pasar untuk berikhtiar. Pekerjaan beliau sebagai penjual buah-buahan segar di pasar itulah yang menjadi penghasilannya dan beliau selalu menyisihkan hasil dagangnya untuk membuat makanan yang akan disedekahkan kepada para santri setiap ba'da maghrib. Tetapi hari ini, dia terlihat lelah, hingga beliau tak melihat ada motor yang melintas yang hampir menabrak mbah Is. Untungnya, ada seorang pemuda yang menarik tangan mbah Is ke pinggir jalan dan mbah Is selamat dari motor yang hampir menabraknya. Pengendara motor tersebut segera menghentikan motornya dan menghampiri mbah Is untuk meminta maaf. Mbah Is yang merasa mengantuk malah meminta maaf balik. Karena merasa bersalah, pengendara motor itu mengantarkan mbah Is ke rumahnya.
Betapa terkejutnya pengendara motor itu saat melihat kecilnya rumah mbah Is bahkan menurutnya tidak layak untuk ditinggali. Pengendara motor, gus Al namanya, mengajak mbah Is untuk tinggal di rumahnya yang terletak di pesantren tempat mbah Is rajin bersedekah. Betapa bahagianya mbah Is saat diajak gus Al untuk tinggal di rumahnya. Ternyata gus Al adalah anak bungsu sang kiai pemimpin pesantren itu. Sang kiai pun sangat bangga dengan sikap anak bungsunya.
Sejak tinggal di rumah gus Al, mbah Id semakin semangat pergi berikhtiar dan meningkatkan jumlah sedekah yang dibagikan.
Baginya semakin usia bertambah, justru semakin giat untuk bersedekah. Karena bersedekah tidak perlu menunggu untuk menjadi kaya.
Komentar
Posting Komentar